HANDIKA OKI PRASETYADI
2 EB 34 / 24214737
A. HAK CIPTA
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak
yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra
yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode
atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap. Untuk mendapatkan
perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan.
Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan
demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat
pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda
Hak Cipta ©
B. HAK PATEN
Pengertian hak paten bisa dilihat didalam Undang-Undang, lebih tepatnya Pasal 1
ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001. Undang-Undang telah menyebutkan bahwa
pengertian hak paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada
inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi selama waktu tertentu.
Seorang inventor dapat melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan
persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Syarat mendapatkan hak paten ada tiga yaitu penemuan tersebut merupakan
penemuan baru. Yang kedua, penemuan tersebut diproduksi dalam skala massal atau
industrial. Suatu penemuan teknologi, secanggih apapun, tetapi tidak dapat
diproduksi dalam skala industri (karena harganya sangat mahal / tidak
ekonomis), maka tidak berhak atas paten. Yang ketiga, penemuan tersebut
merupakan penemuan yang tidak terduga sebelumnya (non obvious). Jadi bila sekedar
menggabungkan dua benda tidak dapat dipatenkan. Misalnya pensil dan penghapus
menjadi pensil dengan penghapus diatasnya. Hal ini tidak bisa dipatenkan.
C. HAK MEREK
Hak Merek merupakan bagian dari HKI. Merek dianggap sebagai “roh” dari suatu
produk. Bagi pengusaha, merek merupakan aset yang sangat bernilai karena
merupakan ikon kesuksesan sejalan usahanya yang dibangun dengan segala keuletan
termasuk biaya promosi. Bagi produsen merek dapat digunakan sebagai jaminan
mutu hasil produksinya. Merek Terdaftar, sering disimbolkan dengan tanda
TM
Menurut para ahli Merek, sekarang ini Merek memiliki peran yang baru. Beberapa
ahli menyebutnya sebagai munculnya Merek dengan status mitos. Contohnya Merek
Coca-cola dan restoran McDonald’s dikaitkan dengan lambang modernitas
masyarakat. Itulah sebabnya dikatakan, bahwa pada masa sekarang ini Merek juga
memiliki kaitan dengan citra dan gaya hidup masyarakat modern.
Setelah meratifikasi WTO Agreement, Indonesia melakukan banyak revisi terhadap
berbagai undang-undang di bidang hak kekayaan intelektual yang ada.
Pengertian
Desain Produk
Desain produk adalah proses menciptakan produk baru
yang akan dijual oleh perusahaan untuk pelanggannya .Sebuah konsep yang sangat
luas , pada dasarnya generasi dan pengembangan ide-ide yang efektif dan efisien
melalui proses yang mengarah ke produk-produk baru .
Dalam pendekatan sistematis , desainer produk konsep dan mengevaluasi ide-ide ,
dan mengubahnya menjadi penemuan yang nyata dan produk . Peran produk
desainer adalah untuk menggabungkan seni, ilmu pengetahuan , dan teknologi
untuk menciptakan produk-produk baru yang dapat digunakan orang lain
. Peran mereka berkembang telah difasilitasi oleh alat digital yang
sekarang memungkinkan desainer untuk berkomunikasi , memvisualisasikan ,
menganalisis dan benar-benar menghasilkan ide-ide nyata dalam cara yang akan
mengambil tenaga kerja yang lebih besar di masa lalu .
Desain produk kadang-kadang bingung dengan ( dan tentu tumpang tindih dengan )
desain industri , dan baru-baru ini menjadi istilah yang luas termasuk layanan
, software , dan desain produk fisik . Desain industri yang bersangkutan
dengan membawa bentuk artistik dan kegunaan , biasanya berhubungan dengan
desain kerajinan dan ergonomi , bersama-sama untuk memproduksi massal barang .Aspek
lain dari desain produk meliputi desain engineering , terutama ketika hal
fungsi atau utilitas ( misalnya pemecahan masalah ) menjadi pokok
permasalahan , meskipun batas-batas tersebut tidak selalu jelas .isi
Rahasia
Dagang
Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh
umum di bidang teknologi dan/
atau bisnis dimana mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan
usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.
Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode
produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang
teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh
masyarakat umum.
Rahasia dagang mendapat perlindungan apabila
informasi itu:
Bersifat rahasia hanya diketahui oleh pihak tertentu
bukan secara umum oleh masyarakat,
Memiliki nilai ekonomi apabila dapat digunakan untuk
menjalankan kegiatan atau usaha yg bersifat komersial atau dapat meningkatkan
keuntungan ekonomi,
Dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para
pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.
Pemilik rahasia dagang dapat memberikan lisensi bagi
pihak lain. Yang dimaksud dengan lisensi adalah izin yang diberikan kepada
pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan
pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang
diberikan perlindungan pada jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang
diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual
diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa
hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
dalam mengonsumsi barang dan atau jasa;
hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan
sebagainya.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan
seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan
adalah:
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21
ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase
dan Alternatif Penyelesian Sengketa
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang
Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No.
235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada
Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
NEGOSIASI
Negoisasi adalah komunikasi dua arah dirancang untuk mencapai
kesepakatan pada saat keduabelah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama
atau berbeda.
Keuntungan Negoisasi :
a. Mengetahui pandanga pihak lawan;
b. Kesempatan mengutarakan isi hati untuk didengar piha lawan;
c. Memungkinkan sengketa secara bersama-sama;
d. Mengupayakan solusi terbaik yang dapat diterima oleh keduabelah pihak;
e. Tidak terikat kepada kebenaran fakta atau masalah hukum;
f. Dapat diadakan dan diakhiri sewaktu-waktu.
Kelemahan Negoisasi :
a. Tidak dapat berjalan tanpa adanya kesepakatan dari keduabelah pihak;
b. Tidak efektif jika dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang mengambil
kesepakatan;
c. Sulit berjalan apabila posisi para pihak tidak seimbang;
d. Memungkinkan diadakan untuk menunda penyelesaian untuk mengetahui informasi
yang dirahasiakan lawan;
e. Dapat membuka kekuatan dan kelemahan salahsatu pihak;
f. Dapat membuat kesepakan yang kurang menguntungkan.
Prasyarat Negoisasi yang efektif
a. Kemauan (Willingness) untuk menyelesaikan masalah dan bernegoisasi secara
sukarela;
b. Kesiapan (Preparedness) melakukan negoisasi;
c. Kewenangan (authoritative) mengambil keputusan;
d. Keseimbangan kekuatan (equal bergaining power) ada sebagai saling
ketergantungan;
e. Keterlibatan seluruh pihak (steaholdereship) dukungan seluruh pihak terkait;
f. Holistic (compehenship) pembahasan secara menyeluruh;
g. Masih ada komunikasi antara para pihak;
h. Masih ada rasa percaya dari para pihak
i. Sengketa tidak terlalu pelik
j. Tanpa prasangka dan segala komunikasiatau diskusi yang terjadi tidak dapat
digunakan sebagai alat bukti
Tahapan Negoisasi menurut William Ury dibagi menjadi
empat tahap yaitu :
Tahapan Persiapan :
1) Persiapan sebagai kunci keberhasialan;
2) Mengenal lawan, pelajari sebanyak mungkin pihak lawan dan lakukan penelitian;
3) Usahakan berfikir dengan cara berfikir lawan dan seolah-olah kepentingan
lawan sama dengan kepentingan anda;
4) Sebaiknya persiapkan pertanyaan-pertanyaan sebelum pertemuan dan ajukan
dalam bahasa yang jelas dan jangan sekali-kali memojokkan atau menyerang pihak
lawan;
5) Memahami kepentingan kita dan kepentingan lawan;
6) Identifikasi masalahnya, apakah masalah tersebut menjadi masalah bersama?
7) Menyiapkan agenda, logistik, ruangan dan konsumsi;
8) Menyiapkan tim dan strategi;
9) Menentukan BTNA (Best Alternative to A Negitieted Agreement) alternative
lain atau harga dasar (Bottom Line)
b. Tahap Orientasi dan Mengatur Posisi :
1) Bertukar Informasi;
2) Saling menjelaskan permasalahan dan kebutuhan;
3) Mengajuakan tawaran awal.
c. Tahap Pemberian Konsensi/ Tawar Menawar
1) Para pihak saling menyampaikan tawaranya, menjelaskan alasanya dan membujuk
pihak lain untuk menerimanya;
2) Dapat menawarkan konsensi, tapi pastikan kita memperoleh sesuatu sebagai
imbalanya;
3) Mencoba memahai pemikiran pihak lawan;
4) Mengidentifikasi kebutuhan bersama;
5) Mengembangkan dan mendiskusiakan opsi-opsi penyelesaian.
d. Tahapan Penutup
1) Mengevaluasi opsi-opsi berdasarkan kriteria obyektif
2) Kesepakatan hanya menguntungkan bila tidak ada lagi opsi lain yang lebih
baik, bila tidak berhasil mencapai kesepakatan, membatalkan komitmen atau
menyatakan tidak ada komitmen
Sistem Mediation
Mediasi
berarti menengahi atau penyelesaian sengketa melalui penengah (mediator).
Dengan demikian sistem mediasi, mencari penyelesaian sengketa melalui mediator
(penengah). Dari pengertian di atas, mediasi merupakan salah satu alternatif
penyelesaian sengketa sebagai terobosan atas cara-cara penyelesaian tradisional
melalui litigation (berperkara di pengadilan). Pada mediasi, para pihak yang
bersengketa, datang bersama secara pribadi. Saling berhadapan antara yang satu
dengan yang lain. Para pihak berhadapan dengan mediator sebagai pihak ketiga
yang netral. Peran dan fungsi mediator, membantu para pihak mencari jalan
keluar atas penyelesaian yang mereka sengketakan. Penyelesaian yang hendak
diwujudkan dalam mediasi adalah compromise atau kompromi di antara para pihak.
Dalam mencari kompromi, mediator memperingatkan, jangan sampai salah satu pihak
cenderung untuk mencari kemenangan. Sebab kalau timbul gejala yang seperti itu,
para pihak akan terjebak pada yang dikemukakan Joe Macroni Kalau salah satu
pihak ingin mencari kemenangan, akan mendorong masing-masing pihak menempuh
jalan sendiri (I have may way and you have your way). Akibatnya akan terjadi
jalan buntu (there is no the way).
Cara dan
sikap yang seperti itu, bertentangan dengan asas mediasi:
1. bertujuan mencapai kompromi yang maksimal,
2. pada kompromi, para pihak sama-sama menang atau win-win,
3. oleh karena itu tidak ada pihak yang kalah atau losing dan tidak ada yang
menang mutlak.
Manfaat yang
paling mennjol, antara lain:
1. Penyelesaian cepat terwujud (quick). Rata-rata kompromi di antara pihak
sudah dapat terwujud dalam satu minggu atau paling lama satu atau dua bulan.
Proses pencapaian kompromi, terkadang hanya memerlukan dua atau tiga kali
pertemuan di antara pihak yang bersengketa.
2. Biaya
Murah (inexpensive). Pada umumnya mediator tidak dibayar. Jika dibayarpun,
tidak mahal. Biaya administrasi juga kecil. Tidak perlu didampingi pengacara,
meskipun hal itu tidak tertutup kemungkinannya. Itu sebabnya proses mediasi
dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
3. Bersifat
Rahasia (confidential). Segala sesuatu yang diutarakan para pihak dalam proses
pengajuan pendapat yang mereka sampaikan kepada mediator, semuanya bersifat
tertutup. Tidak terbuka untuk umum seperti halnya dalam proses pemeriksaan
pengadilan (there is no public docket). Juga tidak ada peliputan oleh wartawan
(no press coverage).
4. Bersifat
Fair dengan Metode Kompromi. Hasil kompromi yang dicapai merupakan penyelesaian
yang mereka jalin sendiri, berdasar kepentingan masing-masing tetapi kedua
belah pihak sama-sama berpijak di atas landasan prinsip saling memberi
keuntungan kepada kedua belah pihak. Mereka tidak terikat mengikuti preseden
hukum yang ada. Tidak perlu mengikuti formalitas hukum acara yang dipergunakan
pengadilan. Metode penyelesaian bersifat pendekatan mencapai kompromi. Tidak
perlu saling menyodorkan pembuktian. Penyelesaian dilakukan secara: (a)
informal, (b) fleksibel, (c) memberi kebebasan penuh kepada para pihak
mengajukan proposal yang diinginkan.
5. Hubungan
kedua belah pihak kooperatif. Dengan mediasi, hubungan para pihak sejak awal
sampai masa selanjutnya, dibina diatas dasar hubungan kerjasama (cooperation)
dalam menyelesaikan sengketa. Sejak semula para pihak harus melemparkan
jauh-jauh sifat dan sikap permusuhan (antagonistic). Lain halnya berperkara di
pengadilan. Sejak semula para pihak berada pada dua sisi yang saling berhantam
dan bermusuhan. Apabila perkara telah selesai, dendam kesumat terus membara
dalam dada mereka.
6. Hasil
yang dicapai WIN-WIN. Oleh karena penyelesaian yang diwujudkan berupa kompromi
yang disepakati para pihak, kedua belah pihak sama-sama menang. Tidak ada yang
kalah (lose) tidak ada yang menang (win), tetapi win-win for the beneficial of
all. Lain halnya penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Pasti ada yang kalah
dan menang. Yang menang merasa berada di atas angin, dan yang kalah merasa
terbenam diinjak-injak pengadilan dan pihak yang menang.
7. Tidak
Emosional. Oleh karena cara pendekatan penyelesaian diarahkan pada kerjasama
untuk mencapai kompromi, masing-masing pihak tidak perlu saling ngotot
mempertahankan fakta dan bukti yang mereka miliki. Tidak saling membela dan
mempertahankan kebenaran masing-masing. Dengan demikian proses penyelesaian
tidak ditunggangi emosi.
Sistem Minitrial
Sistem yang
lain hampir sama dengan mediasi ialah minitrial. Sistem ini muncul di Amerika
pada tahun 1977. Jadi kalau terjadi sengketa antara dua pihak, terutama di
bidang bisnis, masing-masing pihak mengajak dan sepakat untuk saling mendengar
dan menerima persoalan yang diajukan pihak lain:
1. setelah itu baru mereka mengadakan perundingan (negotiation),
2. sekiranya dari masalah yang diajukan masing-masing ada hal-hal yang dapat
diselesaikan, mereka tuangkan dalam satu resolusi (resolution).
Sistem Concilidation
Konsolidasi (concilidation), dapat diartikan sebagai pendamai atau
lembaga pendamai. Bentuk ini sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam
Pasal 131 HIR. Oleh karena itu, pada hakikatnya sistem peradilan Indonesia
dapat disebut mirip dengan mix arbitration, yang berarti:
1. pada tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak
sebagai conciliator atau majelis pendamai,
2. setelah gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk
memeriksa dan mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Akan tetapi, dalam kenyataan praktek, terutama pada saat sekarang; upaya
mendamaikan yang digariskan pasal 131 HIR, hanya dianggap dan diterapkan
sebagai formalitas saja. Jarang ditemukan pada saat sekarang penyelesaian
sengketa melalui perdamaian di muka hakim.
Lain halnya
di negara-negara kawasan Amerika, Eropa, maupun di kawasan Pasific seperti
Korea Selatan, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sistem konsiliasi
sangat menonjol sebagai alternatif. Mereka cenderung mencari penyelesaian
melelui konsiliasi daripada mengajukan ke pengadilan.
Di
negara-negara yang dikemukakan di atas, lembaga konsiliasi merupakan rangkaian
mata rantai dari sistem penyelesaian sengketa dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. pertama; penyelesaian diajukan dulu pada mediasi
2. kedua; bila mediasi gagal, bisa dicoba mencari penyelesaian melalui minirial
3. ketiga; apabila upaya ini gagal, disepakati untuk mencari penyelesaian
melalui kosolidasi,
4. keempat; bila konsiliasi tidak berhasil, baru diajukan ke arbitrase.
Memang, setiap kegagalan pada satu sistem, penyelesaian sengketa dapat langsung
diajukan perkaranya ke pengadilan (ordinary court). Misalnya, mediasi gagal.
Para pihak langsung mencari penyelesaian melalui proses berperkara di
pengadilan. Akan tetapi pada saat sekarang jarang hal itu ditempuh. Mereka
lebih suka mencari penyelesaian melalui sistem alternatif, daripada langsung
mengajukan ke pengadilan. Jadi di negara-negara yang disebut di atas,
benar-benar menempatkan kedudukan dan keberadaan pengadilan sebagai the last
resort, bukan lagi sebagai the first resort.
Biasanya
lembaga konsiliasi merupakan salah satu bagian kegiatan lembaga arbitrase,
arbitrase institusional, bertindak juga sebagai conciliation yang bertindak
sebagai conciliator adalah panel yang terdaftar pada Arbitrase Institusional
yang bersangkutan:
1. sengketa yang diselesaikan oleh lembaga konsiliasi pada umumnya meliputi
sengketa bisnis,
2. hasil penyelesaian yang diambil berbentuk resolution, bukan putusan atau
award (verdict),
3. oleh karena itu, hasil penyelesaian yang berbentuk resolusi tidak dapat
diminta eksekusi ke pengadilan,
4. dengan demikian, walaupun resolusi memeng itu bersifat binding (mengikat)
kepada para pihak, apabila salah satu pihak tidak menaati dengan sukarela tidak
dapat diminta eksekusi ke pengadilan. Dalam hal yang seperti itu penyelesaian
selanjutnya harus mengajukan gugatan ke pengadilan.
Sistem Adjudication
Sistem
Adjudication merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa bisnis yang
baru berkembang di beberapa negara. Sistem ini sudah mulai populer di Amerika
dan Hongkong.
Secara
harafiah, pengertian “ajuddication” adalah putusan. Dan memang demikian halnya.
Para pihak yang bersengketa sepakat meminta kepada seseorang untuk menjatuhkan
putusan atas sengketa yang timbul diantara mereka:
1. orang yang diminta bertindak dalam adjudication disebut adjudicator
2. dan dia berperan dan berfungsi seolah-olah sebagai HAIM (act as judge),
3. oleh karena itu, dia diberi hak mengambil putusan (give decision).
Pada prinsipnya, sengketa yang diselesaikan melalui sistem adjudication adalah
sengketa yang sangat khusus dan kompleks (complicated). Tidak sembarangan orang
dapat menyelesaiakan, karena untuk itu diperlukan keahlian yang khusus oleh
seorang spesialis profesional. Sengketa konstruksi misalnya. Tidak semua orang
dapat menyelesaikan. Diperlukan seorang insinyur profesional. Di Hongkong
misalnya. Sengketa mengenai pembangunan lapangan terbang ditempuh melalui
lembaga adjudication oleh seorang adjudicator yang benar-benar ahli mengenai
kontruksi lapangan terbang.
Proses
penyelesaian sengketa meleui sistem ini, sangat sederhana. Apabila timbul
sengketa:
1. para pihak membuat kesepakatan penyelesaian melaui adjudication,
2. berdasar persetujuan ini, mereka menunjuk seorang adjudicator yang
benar-benar profesional,
3. dalam kesepakatan itu, kedua belah pihak diberi kewenangan (authority)
kepada adjudicator untuk mengabil keputusan (decision) yang mengikat kepada
kedua belah pihak (binding to each party),
4. sebelum mengambil keputusan, adjudicator dapat meminta informasi dari kedua
belah pihak, baik secara terpisah maupun secara bersama-sama.
Sistem Arbitrase
Mengenai
arbitrase, sudah lama dikenal. Semula dikenal oleh Inggris dan Amerika pada
tahun 1779 melaui Jay Treaty. Berdasar data ini, perkembangan arbitrase sebagai
salah satu sistem alternatif tempat penyelesaian sengketa, sudah berjalan selam
adua abad.Sekarang semua negara di dunia telah memiliki Undang-undang
arbitrase.
Di Indonesia
ketentuan arbitrase diatur dalam Buku Ketiga RV. Dengan demikian, umurnya sudah
terlampau tua, karena RV dikodifikasi pada tahun 1884. Oleh karena itu, aturan
yang terdapat didalamnya sudah ketinggalan, jika dibandingkan dengan
perkembangan kebutuhan.
Memang banyak persamaan prinsip antara arbitrase dengan sistem alternatif yang
lain tadi, seperti:
1. sederhana dan cepat (informal dan quick),
2. prinsip konfidensial,
3. diselesaikan oleh pihak ketiga netral yang memiliki pengetahuan khusus
secara profesional.
Namun, demikian, di balik persamaan itu terdapat perbedaan dianggap
fundamental, sehingga dunia bisnis lebih cenderung memiliki mediation,
minitrial atau adjusdication. Perbedaan yang dianggap fundamental, antara lain
dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Masalah biaya, dianggap sangat mahal (expensive). Biaya yang harus
dikeluarkan penyelesaian arbitrase, hampir sama adengan biaya litigasi di
pengadilan. Terdapat beberapa komponen biaya yang harus dikeluarkan, sehingga
terkadang jauh lebih besar biaya dengan apa yang harus dikeluarkan bila perkara
diajukan ke pengadilan. Komponen biaya atrbitrase terdiri dari: (a) Biaya
administrasi (b) Honor arbitrator. (c) Biaya transportasi dan akomodasi
arbitrator (d) Biaya saksi dan ahli. Komponen biaya yang seperti itu, tidak ada
dalam mediasi atau minitrial. Jika pun ada biaya yang harus dikeluarkan, jauh
lebih kecil. Apalagi mediasi, boleh dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
2. Masalah sederhana dan cepat. Memang benar salah satu prinsip pokok
penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah informal procedure and can be
put in motion quickly. Jadi prinsipnya informal dan cepatI. Tetapi kenyataan
yang terjadi adalah lain. Tanpa mengurangi banyaknya sengketa yang diselesaikan
arbitrase dalam jangka waktu 60-90 hari, Namun banyak pula penyelesaian yang
memakan waktu panjang. Bahkan ada yang bertahun-tahun atau puluhan tahun.
Apalagi timbul perbedaan pendapat mengenai penunjukkan arbitrase, Rule yang
disepakati atau hukum yang hendak diterapkan (governing law), membuat proses
penyelesaian bertambah rumit dan panjang.
Kelebihan tersebut antara lain:
1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak
2. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena prosedural dan
administratif;
3. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai
pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang
disengketakan, jujur dan adil;
4. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya
serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
5. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan
melalui tata cara (prosedur) yang sederhana saja ataupun langsung dapat
dilaksanakan.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa penyelesaian sengketa dapat
digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan negosiasi, baik yang bersifat
langsung (negtation simplister) maupun dengan penyertaan pihak ketiga (mediasi
dan konsiliasi),
2. Penyelesaian sengketa dengan cara litigasi, baik yang bersifat nasional
maupun internasional.
3. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbitrase, baik yang bersifat
ad-hoc yang terlembaga.
Arbitrase
secara umum dapat dilakukan dalam penyelesaian sengketa publik maupun perdata,
namun dalam perkembangannya arbitrase lebih banyak dipilih untuk menyelesaikan
sengketa kontraktual (perdata). Sengketa perdata dapat digolongkan menjadi:
1. Quality arbitration, yang menyangkut permasalahan faktual (question of fact)
yang dengan sendirinya memerlukan para arbiter dengan kualifikasi teknis yang
tinggi.
2. Technical arbitration, yang tidak menyangkut permasalahan faktual, sebagaimana
halnya dengan masalah yang timbul dalam dokumen (construction of document) atau
aplikasi ketentuan-ketentuan kontrak.
3. Mixed arbitration, sengketa mengenai permasalahan faktual dan hukum
(question of fact and law).