Tugas Individu Pengantar Bisnis
HARGA NAIK-TURUNNYA KEDELAI
NAMA:
Handika Oki Prasetyadi
KELAS:
1EB31
NPM:
24214737
A.LATAR BELAKANG MASALAH
Di Indonesia kedelai merupakan komoditas pangan yang strategis
sehingga upaya untuk berswasembada tidak hanya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung agroindustri dan menghemat
devisa serta mengurangi ketergantungan terhadap impor
HARGA NAIK-TURUNNYA KEDELAI
Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 7 No. 1, Maret 2009 : 87-102
Di Indonesia kedelai merupakan komoditas pangan yang strategis
sehingga upaya untuk berswasembada tidak hanya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung agroindustri dan menghemat
devisa serta mengurangi ketergantungan terhadap impor. Langkah swasembada
harus ditempuh karena ketergantungan yang makin besar pada impor bisa menjadi
musibah terutama jika harga dunia sangat mahal akibat stok menurun (Baharsjah,
2004). Menurut Rasahan (1999) ketergantungan kepada bahan pangan dari luar
negeri dalam jumlah besar akan melumpuhkan ketahanan nasional dan
mengganggu stabilitas sosial, ekonomi dan politik. Ketahanan pangan dan
kedaulatan pangan berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan rakyat.
Tingkat swasembada kedelai sampai saat ini belum tercapai karena jumlah
kebutuhan masih relatif lebih besar dibandingkan dengan jumlah produksi. Hal ini
menyebabkan impor kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun (Gambar 1).
Peningkatan ketahanan pangan merupakan program utama Departemen Pertanian
yang berdampingan dengan upaya peningkatan kesejahteraan petani dan
peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian (Sinulingga, 2006).
Peningkatan produksi kedelai terjadi pada tahun 1970 sampai dengan
tahun 1992. Puncak produksi terjadi tahun 1992 hingga mencapai 1,88 juta ton,
namun selanjutnya mengalami penurunan dan tahun 2005 hanya 0,81 juta ton
Keterkaitan dan Persoalan Kedelai sebagai Komoditas Pangan Strategis
Keterkaitan lintas sektor dalam penanganan komoditas kedelai sangat
besar sehingga kandungan sosial ekonomi, psikologis dan politisnya baik nasional
maupun intenasional cukup tinggi. Pangsa produksi kedelai Indonesia kurang dari
satu persen dari produksi kedelai dunia. Produksi kedelai dunia dikuasai oleh lima
negara produsen utama, yaitu Amerika Serikat, Brazilia, Argentina, Cina dan India
dengan proporsi 92% produksi total kedelai dunia yang besarnya 143,2 juta ton
(Sawit dan Rusastra, 2005). Meskipun Cina termasuk negara produsen utama
namun juga merupakan negara importir terbesar dengan rata-rata impor kedelai
sebesar 17,68 juta ton per tahun (Departemen Pertanian, 2006). Menurut Swastika
et al.
(2007) sebagai negara importir terbesar dunia dalam periode 1995-2003 Cina
mengimpor rata-rata 22 persen dari total impor seluruh negara di dunia.
Aktivitas pangan (termasuk kedelai) di Indonesia secara prinsip dijalankan
berdasarkan mekanisme pasar bebas. Konsekuensinya pedagang yang menguasai
cadangan paling besar dibandingkan dengan pemerintah dan rumah tangga.
Dalam era globalisasi pasar bebas, arus barang akan sangat ditentukan oleh
kekuatan permintaan dan penawaran masing-masing negara. Negara pengekspor
yang mampu bersaing di pasar internasional adalah negara yang mampu
memproduksi secara efisien. Sebaliknya negara pengimpor yang mampu bersaing
untuk memperoleh barang dari pasar internasional adalah negara yang sanggup
membayar lebih mahal atau minimal sama dengan harga internasional. Ini berarti
bahwa untuk memperoleh barang dari pasar internasional masyarakat suatu negara
harus mempunyai daya beli yang memadai. Jika daya beli masyarakat lemah maka
kemampuan untuk membeli bahan pangan asal impor juga lemah, sehingga
ketahanan pangan menjadi rentan (Swastika, 1997).
Kedelai sebagai komoditas pangan yang strategis, mungkin terlalu
berisiko bila diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Pertimbangan
pokoknya adalah komoditas ini memegang peranan sentral dalam seluruh
kebijakan pangan nasional karena sangat penting dalam menu pangan penduduk
(Sumarno et al. 1989). Kedelai berperan sebagai sumber nabati yang penting
dalam rangka peningkatan gizi masyarakat karena selain aman bagi kesehatan juga
relatif murah dibandingkan sumber protein hewani (Swastika et al 2007). Selain
itu kedelai mempunyai kandungan sosial ekonomi, psikologis, dan politis cukup
tinggi (Sawit dan Rusatra, 2005).
Keterkaitan dan Persoalan Kedelai sebagai Komoditas Pangan Strategis
Keterkaitan lintas sektor dalam penanganan komoditas kedelai sangat
besar sehingga kandungan sosial ekonomi, psikologis dan politisnya baik nasional
maupun intenasional cukup tinggi. Pangsa produksi kedelai Indonesia kurang dari
satu persen dari produksi kedelai dunia. Produksi kedelai dunia dikuasai oleh lima
negara produsen utama, yaitu Amerika Serikat, Brazilia, Argentina, Cina dan India
dengan proporsi 92% produksi total kedelai dunia yang besarnya 143,2 juta ton
(Sawit dan Rusastra, 2005). Meskipun Cina termasuk negara produsen utama
namun juga merupakan negara importir terbesar dengan rata-rata impor kedelai
sebesar 17,68 juta ton per tahun (Departemen Pertanian, 2006). Menurut Swastika
et al.
(2007) sebagai negara importir terbesar dunia dalam periode 1995-2003 Cina
mengimpor rata-rata 22 persen dari total impor seluruh negara di dunia.
Aktivitas pangan (termasuk kedelai) di Indonesia secara prinsip dijalankan
berdasarkan mekanisme pasar bebas. Konsekuensinya pedagang yang menguasai
cadangan paling besar dibandingkan dengan pemerintah dan rumah tangga.
Dalam era globalisasi pasar bebas, arus barang akan sangat ditentukan oleh
kekuatan permintaan dan penawaran masing-masing negara. Negara pengekspor
yang mampu bersaing di pasar internasional adalah negara yang mampu
memproduksi secara efisien. Sebaliknya negara pengimpor yang mampu bersaing
untuk memperoleh barang dari pasar internasional adalah negara yang sanggup
membayar lebih mahal atau minimal sama dengan harga internasional. Ini berarti
bahwa untuk memperoleh barang dari pasar internasional masyarakat suatu negara
harus mempunyai daya beli yang memadai. Jika daya beli masyarakat lemah maka
kemampuan untuk membeli bahan pangan asal impor juga lemah, sehingga
ketahanan pangan menjadi rentan (Swastika, 1997).
Kedelai sebagai komoditas pangan yang strategis, mungkin terlalu
berisiko bila diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Pertimbangan
pokoknya adalah komoditas ini memegang peranan sentral dalam seluruh
kebijakan pangan nasional karena sangat penting dalam menu pangan penduduk
(Sumarno et al.1989). Kedelai berperan sebagai sumber nabati yang penting
dalam rangka peningkatan gizi masyarakat karena selain aman bagi kesehatan juga
relatif murah dibandingkan sumber protein hewani (Swastika et al 2007). Selain
itu kedelai mempunyai kandungan sosial ekonomi, psikologis, dan politis cukup
tinggi (Sawit dan Rusatra, 2005).
B.PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan
C.KESIMPULAN
Solusi yang pertama yaitu, mulai dari penciptaan kedelai lokal yang sesuai pasar. Memberi insentif bagi para pemulia tanaman kedelai. Kedua, membuat sekolah khusus yang berkaitan dengan kedelai. Didik tenaga-tenaga muda yang akan menjadi ahl-ahli kedelai. Buat sekolah yang dibiayai oleh pemerintah. Ketiga, menciptakan penangkar-penangkar benih kedelai. Dari adanya penangkar-penangkar inilah akan tercipta ribuan tenaga kerja. Belum lagi, di kebun pangkar perlu pupuk organik, pupuk kimia dll. Dari pupuk organik, akan tercipta ribuan tenagakerja baru. Dari mulai proses distribusi akan ada tenaga kerja baru yang tercipta dst dst. Keempat, menciptakan daerah unggul kedelai. Untuk jagung, provinsi Gorontalo sudah menjadi pelopornya. Kelima, memetakan daerah-daerah yang lahannya terlantar. Lahan-lahan ini bisa dijadikan lahan kedelai.
D. DAFTAR PUSAKA
- boyolali post 24 februari 2010
- google.com
- bloggspot.com